Labuhanbatu Selatan, bintangharian.com — Dugaan penyimpangan dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) kembali mencuat. Kali ini, seorang pria berinisial AP, yang disebut sebagai suami dari ANS, perangkat desa di salah satu desa di Kecamatan Kampung Rakyat, diduga tercatat sebagai penerima bantuan sosial (PKH/BLT) dari Kementerian Sosial.
Padahal, berdasarkan aturan yang berlaku, perangkat desa maupun keluarganya tidak diperbolehkan menjadi penerima bansos yang diperuntukkan bagi warga miskin atau rentan miskin.
Larangan tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 51 huruf (a) dan (b), yang menegaskan bahwa perangkat desa wajib menjunjung prinsip pemerintahan yang bersih, efektif, dan mengutamakan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi. Jika perangkat desa atau keluarganya ikut menerima bantuan, hal itu dapat dikategorikan sebagai bentuk penyalahgunaan wewenang atau benturan kepentingan.
Selain itu, Peraturan Menteri Sosial (Permensos) Nomor 3 Tahun 2021 juga menegaskan bahwa penerima bansos harus berasal dari warga miskin atau rentan miskin yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Pemerintah daerah maupun perangkat desa juga dilarang menyalahgunakan kewenangannya dalam pendataan maupun penyaluran bansos.
Menanggapi dugaan tersebut, Sekretaris Desa (Sekdes) setempat, Sangkot Siregar, saat dikonfirmasi via seluler pada Selasa (5/11/2025), mengaku baru mengetahui informasi itu.
“Kami baru menerima kabar ini, nanti akan kami telusuri. Kalau memang terbukti, tentu akan kami berhentikan sebagai penerima bansos,” ujarnya.
Sementara itu, Camat Kampung Rakyat, Ali Hamsar Nasution, menegaskan bahwa bansos harus disalurkan kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan sesuai kriteria dan ketentuan yang berlaku.
“Yang berhak mendapatkan bantuan adalah mereka yang memenuhi kriteria ekonomi sesuai aturan. Jika ada penerima yang tidak layak, tentu harus dievaluasi,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan bahwa pihak kecamatan akan segera berkoordinasi dengan pemerintah desa untuk melakukan klarifikasi dan verifikasi ulang data penerima bansos di wilayah tersebut.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya transparansi dan pengawasan dalam pendataan bansos agar bantuan dari pemerintah tepat sasaran dan tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang memiliki jabatan atau hubungan dekat dengan perangkat pemerintahan desa.










