Labusel, bintangharian.com — Krisis melanda pelayanan kesehatan di Kabupaten Labuhanbatu Selatan. Dokter spesialis RSUD Kotapinang melakukan aksi mogok kerja selama dua hari, 15–16 September 2025, sebagai bentuk protes atas jasa medis atau dana remunerasi yang sudah setahun lebih tak kunjung dibayarkan. Aksi ini menimbulkan gejolak besar, sebab para dokter menegaskan mogok bisa diperpanjang bila tuntutan mereka tidak segera dipenuhi.
Dalam pernyataan sikapnya, para dokter menuntut pembayaran segera atas jasa medis yang tertunggak serta meminta transparansi dan evaluasi menyeluruh terkait mekanisme pencairan dana remunerasi di RSUD Kotapinang.
“Remunerasi adalah hak seluruh tenaga medis. Jika tidak ada tindak lanjut, aksi mogok ini bisa diperpanjang,” tegas para dokter dalam surat edaran yang disampaikan.
Selain itu, mereka juga menyoroti kepemimpinan Plt. Direktur RSUD Kotapinang. Para dokter menilai, pimpinan rumah sakit seharusnya memiliki jiwa kepemimpinan yang baik, tidak arogan, tidak anti kritik, serta mampu berlaku adil terhadap seluruh pegawai.
Menanggapi aksi tersebut, Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Selatan bergerak cepat. Plt. Sekda Reza Pahlevi Nasution bersama Kepala Inspektorat H. Sofyan Hasibuan turun langsung ke RSUD Kotapinang untuk menggelar rapat mendadak bersama manajemen rumah sakit. Rapat ini bertujuan mencari solusi terbaik agar pelayanan kesehatan masyarakat tidak terganggu.
LSM Martabat Sesalkan Aksi Mogok
Di sisi lain, LSM Masyarakat Pemantauan Kewibawaan Aparatur Negara (Martabat) Labuhanbatu Selatan menyesalkan aksi mogok dokter spesialis tersebut.
Ketua LSM Martabat Jamaluddin Hasibuan menyebut, meskipun aksi mogok kerja dilindungi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dokter tetap terikat sumpah profesi untuk tidak menelantarkan pasien dalam kondisi apa pun.
“Kalau memang hak jasa medis belum dibayarkan, sebaiknya tempuh jalur hukum. Jangan sampai pasien yang menjadi korban,” ujarnya.
Lebih jauh, LSM Martabat juga mendorong aparat penegak hukum (APH) menelusuri keberadaan dana remunerasi yang sudah lebih dari setahun tak dibayarkan.
“Perlu ditelusuri, apakah ini akibat kesalahan administrasi atau justru ada indikasi praktik korupsi,” tegasnya.